Pages

Friday, 8 July 2022

Tuhan vs Manusia (?)

"Mama, bikinin Bebelac..." Begitulah tadi malam anakku yang berumur tiga tahun merengek kepadaku jam 10 malam. Sudah ngantuk, capek dan malas bergerak dari tempat tidur. 

"Mama, bikinin Bebelac..." Lagi anakku merengek. Malas dan malas saja yang ada di badanku.

"Besok aja ya, Kak. Kakak juga gak ngabisin susu yang mama buat tiap kali bikin." Aku coba bernegosiasi dengan dia dan mementingkan rasa enggan bangun yang kurasakan.

Anakku pun menangis dan merengek lagi. Mau tidak mau aku bangkit dan membuatkan susu untuk dia.

"Tapi di gelas ya? Harus habisin ya?"

"Iya, Mama..."

Jadi, kubuatkanlah susu untuknya. Terima kasih, Tuhan, aku akhirnya mengalahkan kemalasanku lewat rengekan anakku.

"Makasih, Mama..."

"Sama-sama..."

Dia pun menghabiskan susu yang kubuat. Pintarnya, boru hasianku.

Seketika itu aku berpikir, komitmenku sebagai seorang ibu yang "katanya" mau memberikan yang terbaik untuk anaknya, ternyata hanya sebatas rasa malas dan enggan saja. Ternyata aku hanya akan memberikan yang terbaik ketika keadaanku baik. Lalu, ketika aku malas? Ya, sudah, selamat jalan dengan komitmen itu.

Yang membuat aku bangkit akhirnya untuk membuatkan susu sebenarnya adalah rengekan anakku. Aku malas mendengar tangisan dan rengekannya malam-malam. Bukan karena komitmenku itu.

Lalu, pertanyaannya, apakah Tuhan sama seperti manusia? Apakah Tuhan pernah enggan dan melalaikan janji-Nya?

"Tetapi aku, aku hendak berbicara dengan Yang Mahakuasa, aku ingin membela perkaraku di hadapan Allah." - Ayub 13:3

Demikian Ayub berkata. Di tengah segala ujian yang dihadapi, dan seolah-olah Tuhan tutup telinga dengan semua yang dihadapi Ayub, kira-kira jika Ayub tidak bersikeras untuk memperjuangkan perkaranya, akankah Tuhan lalai seperti aku yang malas membuatkan susu anakku? Apakah Tuhan hanya akan ter-trigger ketika kita berteriak-teriak kepada-Nya?